Akibat Ulah Manusia, Monyet Jadi Agresif

Profauna's Wildlife Adventure 2015 hari terakhir kami lalui di Pantai Bama, Taman Nasional Baluran. Tujuan  melihat matahari terbit tak kesampaian karena bulat indahnya tertutup awan. Namun, semburat sinarnya menakjubkan! Sementara hari makin terang, kami beralih ke poin pengamatan selanjutnya.

Di Pantai Bama kami menjumpai banyak monyet ekor panjang. Beberapa menggendong bayinya dan di antara yang dewasa, terlihat anak-anak juga. Secara fisik, cukup mudah membedakan antara jantan dan betina. Betina terlihat mempunyai dua puting susu  Lalu kami melihat ada anak monyet yang ekornya putus. Ternyata itu wajar. Seperti manusia yang mungkin mengalami kecelakaan dan patah tulang, bisa jadi dia jatuh dan ekornya yang paling terdampak.

Kami juga melihat jantan yang tampak lebih senior dan berewokan. Kumisnya lebih panjang dan tebal. Dialah pemimpin kelompok. Sri baginda ini punya hak sebagai yang pertama mengawini betina. Kalau sampai ada jantan yang berani melanggar aturan ini, pertarungan tak terelakkan. Jika si pemberontak kalah, dia akan terasing dari kelompok. Jadi secara psikologis kita bisa lihat si solitaire menjadi emosional karena kebutuhan sosial dan biologisnya tak terpenuhi. Kemungkinannya, dia melakukan kekerasan seksual.

Mencari kutu alias grooming identik dengan primata ini dan ada aturannya juga. Karena mereka punya stratifikasi, ada kelompok Alpha, Beta, yang dicari kutunya adalah yang stratanya lebih tinggi. Dengan gaya totalitas, agan yang dicari kutunya ini rebahan dengan tangan ditarik ke belakang, kaki lurus ke atas, bahkan ada yang sambil nungging. Mereka tampak begitu menikmatinya.  

Monyet-monyet ini tidak takut dengan kehadiran manusia. Mereka mengeksplorasi dua mobil yang kami kendarai; naik ke kap dan buang air di situ--kecil maupun besar.  Mereka mengincar kantong plastik karena mereka belajar bahwa makanan biasa dimasukkan ke situ. Nimas yang membawa kresek berisi sepatu pun didekati terus. Tapi bukan cuma itu, tas yang lain juga.

Tas ransel kecil yang nempel di punggung saya pun diraih salah satu monyet ini. Lumayan kaget saya dibuatnya! Ada juga yang nyanggong di tempat sampah yang bertutup flip. Ketika sepasang bule membuang sampah ke situ setelah sarapan, dia segera mengaisnya sampai dapat. Mas Rony yang makan roti dan minum dari botol plastik pun tak luput dari incaran mereka.

Kira-kira jam 08.30, kafetaria buka dan kami semua masuk untuk sarapan. Ajaib, tidak ada monyet ikut masuk sekalipun pintu kafetaria terbuka. Dua atau tiga ekor bergelantungan di luar jendela, mengintip ke dalam. Rahasianya terletak pada topeng kepala harimau yang digantungkan di pintu.

Yang jadi pertanyaan, kenapa mereka agresif? Karena manusia yang datang ke sana suka memberi makan monyet-monyet ini, akhirnya mereka jadi terbiasa disediakan. Hal terbaik yang bisa kita lakukan pada binatang liar yang keberadaannya dengan kita cukup dekat sekalipun adalah mengamati dan mengambil foto. Jangan memberi mereka makan. Salam lestari! (Nessy, Suporter Profauna di Malang)

© 2003 - 2024 ProFauna Indonesia

ProFauna Indonesia (Temukan kami di Google+) adalah lembaga independen non profit berjaringan internasional
yang bergerak dibidang perlindungan dan pelestarian satwa liar dan habitatnya.