PP RI No. 68 Tahun 1998

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 68 TAHUN 1998

TENTANG

KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
  1. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam merupakan kekayaan alam yang sangat tinggi nilainya, karena itu perlu dijaga keutuhan dan kelestarin fungsinya untuk dapat dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, dan sebagai pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dipandang perlu mengatur kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam dengan Peraturan Pemerintah;
Mengingat:
  1. Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945;
  2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2823);
  3. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2824);
  4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
  5. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 44, Tambahan (Lembaran Negara Nomor 3260);
  6. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3299);
  7. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);
  8. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3510);
  9. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
  10. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1970 tentang Perencanaan Hutan (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 50, Tambahan Lembaga Negara Nomor 2945);
  11. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 37 , Tambahan Lembaga Negara Nomor 3225);
  12. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 39, Tambahan Lembaga Negara Nomor 3294);
  13. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1991 tentang Rawa (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 35 , Tambahan Lembaga Negara Nomor 3441);
  14. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1994 tentang Perburuan Satwa Buru (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 19, Tambahan Lembaga Negara Nomor 3544);
  15. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 25, Tambahan Lembaga Negara Nomor 3550);

M E M U T U S K A N

Menetapkan:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal l

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

  1. Sumber Daya alam Hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama-sama dengan unsur non hayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.
  2. Kawasan Suaka Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayahsistem penyangga kehidupan.
  3. Kawasan Cagar Alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindingi dan perkembangan berlangsung secara alami.
  4. Kawasan Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.
  5. Kawasan Pelestarian Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawet keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistem.
  6. Kawasan Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang bididaya, pariwisata, dan rekreasi.
  7. Kawasan Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya,pariwisata, dan rekreasi.
  8. Kawasan Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam dengan tujuan utaman untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi alam.
  9. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab melaksanakan tugas pokok urusan kehutanan dan perkebunan.
Pasal 2

Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya berasaskan pelestarian kemampuan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara serasi dan seimbang.

Pasal 3

Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan kawasan Pelestarian Alam bertujuan mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan.

Pasal 4

Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam dilakukan sesuai dengan fungsi kawasan:

  1. sebagai wilayah perlindungan system penyangga kehidupan;
  2. sebagai kawasan pengawet keanekaragaman jenis tumbuhan dan alam satwa beserta ekosistemnya;
  3. untuk pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Pasal 5
  1. (1)ketentuan tentang perlindungan system penyangga kehidupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a diatur dengan Peraturan Pemerintah tersendiri.
  2. (2)Pengawetan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b diatur sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini, kecuali ketentuan mengenai pengawetan jenis tumbuhan dan satwa diluar kawasan, diatur dengan Peraturan Pemerintah tersendiri.
  3. (3)Pemenfaatan sebagimana dimaksud dalam Pasal 4 c diatur sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini, kecuali ketentuan mengenai pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa, dam pemanfaatan kawasan dalam bentuk pengusahaan kegiatan kepariwisataan dan rekreasi pada zona pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam diatur dengan Peraturan Pemerintah tersendiri.
BAB II
KAWASAN SUAKA ALAM
Bagian pertama
Penetapan Kawasan
Pasal 6

Kawasan Suaka Alam terdiri dari:

  1. Kawasan Cagar Alam; dan
  2. Kawasan Suaka Margasatwa
Pasal 7

Suatu kawasan ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Alam atau Kawasan Suaka Margasatwa, setelah melalui tahapan kegiatan sebagai berikut:

  1. Penunjukan kawasan beserta fungsinyal
  2. Penataan batas kawasan;
  3. Penetapan kawasan.
Pasal 8

Suatu kawasan ditunjuk sebagai Kawasn Cagar Alam, apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut:

  1. mempunyai keanekaragaman tertentu jenis tumbuhan dan satwa dan tipe ekosistem;
  2. mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya;
  3. mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia;
  4. mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dan menjamin berlangsungnya proses ekologi secara alami;
  5. mempunyai cirri khas potensi, dan dapat merupakan contoh ekosistem yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi; dan atau
  6. mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya yang langka atau yang keberadaannya terancam punah.
Pasal 9

Suatu kawasan sebagai Kawasan Suaka Margasatwa apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut;

  1. merupakan tempat hidup dan perkembangbiakan dari jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasinya;
  2. memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi;
  3. merupakan habitat dari suatu jenis satwa langka dan atau dikhawatirkan akan punah;
  4. merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu; dan atau
  5. mempunyai luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan.
Pasal 10
  1. (1)Menteri menunjuk kawasantertentu sebagai Kawasan Cagar Alam Atau Kawaan Suaka Margasatwa berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9, dan setelah mendengar pertimbangan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan.
  2. (2)Terhadap kawasan yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan penataan batas oleh sebuah Panitia Tata Batas yang keanggotaan dan tata kerjanya ditetapkan oleh Mentri.
  3. (3)Menteri menetapkan Kawasan Kawasan Cagar Alam Atau Kawaan Suaka Margasatwa, berdasarkan Berita Acara Tata Batas yang direkomendasikan oleh Panitia Tata Batas.
Bagian Kedua
Pengelolaan
Paragraf Satu
Rencana Pengelolaan
Pasal 11

Pemerintah bertugas mengelola Kawasan Cagar Alam Atau Kawaan Suaka Margasatwa .

Pasal 12

Setiap Kawasan Cagar Alam Atau Kawaan Suaka Margasatwa dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan.

Pasal 13
  1. (1)Atas dasar kepentingan keutuhan ekosistem, pengelolaansatu atau lebih Kawasan Cagar Alam dan atau Kawaan Suaka Margasatwa dapat ditetapkan sebagai satu kawasan pengelolaan, dengan satu rencana pengelolaan.
  2. (2)Dalam hal pengelolaan satu atau lebih Kawasan Cagar Alam dan atau Kawasan Suaka Margasatwa ditetapkan sebagai satu kawasan pengelolaan, maka rencana pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12merupakan bagian tidak terpisah dari rencana pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 14
  1. (1)Rencana pengelolaan Kawasan Cagar Alam dan Kawasan Suaka Margasatwa disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis, dan social budaya.
  2. (2)Rencana pengelolaan Kawasan Cagar Alam dan Kawasan Suaka Margasatwa sukurang-kurangnya memuat tujuan pengelolaan, dan garis-garis besar kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan.
  3. (3)Ketentuan lebih lanjut tentang rencana pengelolaan kawasan diatur dengan Keputusan Menteri.
Paragraf Dua
Pengawetan
Pasal 15

Kawasan Cagar Alam dan Kawasan Suaka Margasatwa dikelola dengan melakukan upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan atau jenis satwa beserta ekosistemnya.

Pasal 16

Upaya pengawetan Kawasan Cagar Alam dan Kawasan Suaka Margasatwa dilaksanakan dalam bentuk kegiatan:

  1. perlindungan dan pengamanan kawasan;
  2. inventarisasi potensi kawasan
  3. penelitian dan pengembangan dalam menunjang pengawetan
Pasal 17
  1. (1)Selain kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, pada Kawasan Suaka Margasatwa juga dilakukan kegiatan dalam rangka pembinaan habitat dan popolasi satwa.
  2. (2)Pembinaan habitat dan populasi satwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa:
    1. pembinaan padang rumput untuk makanan satwa;
    2. pembuatan fasilitas air minum dan atau tempat berkubang dan mandi satwa;
    3. penanaman dan pemeliharaan pohon-pohon pelindung dan pohonpohon sumber makanan satwa;
    4. penjarangan populasi satwa;
    5. penambahan tumbuhan atau satwa asli; dan atau
    6. pemberantasan jenis tumbuhan dan satwa pengganggu.
Pasal 18

Ketentuan lebih lanjut tentang kegiatan pengawetan Kawasan Cagar Alam dan Kawasan Suaka Margasatwa diatur dengan Keputussan Menteri.

Pasal 19
  1. (1)Upaya pengawetan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Paal 17 dilaksanakan dengan ketentuan dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan Kawasan Cagar Alam dan Kawasan Suaka Margasatwa.
  2. (2)Termasuk dalam pengertian kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan kawasan, adalah:
    1. melakukan perburuan terhadap satwa yang berada di dalam kawasan;
    2. memasukkan jenis-jenis tumbuhan dan satwabukan asli ke dalam kawasan;
    3. memotong,merusak, mengambil, menebang, dan memusnahkan tumbuhan dan satwa dalam dan dari kawasan;
    4. menggali atau membuat lubang pada tanah yang mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa dalam kawasan; atau
    5. mengubah bentang alam kawasan yang mengusik atau mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa.
  3. (3)Suatu kegiatan dapat dianggap sebagai tindakan permulaan melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), apabila melakukan perbuatan:
    1. memotong, memindahkan, merusak atau menghilangkan tanda batas kawasan; atau
    2. membawa alat yang lazim digunakan untuk mengambil, mengangkut,menebang, membelah, merusak, berburu, memusnahkan satwa dan tumbuhan ke dan dari dalam kawasan.
  4. (4)Kegiatan dalam rangka pembinaan habitat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 tidak termasuk dalam pengertian kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3).
Paragraf Tiga
Pemanfaatan
Pasal 20

Kawasan Cagar Alam dapat dimanfaatkan untuk keperluan:

  1. penelitian dan pengembangan;
  2. ilmu pengetahuan;
  3. kegiatan penunjang budidaya;
Pasal 21
  1. (1)Kegiatan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a, meliputi:
    1. penelitian dasar; dan
    2. penelitian untuk menunjang pemanfaatn dan budidaya.
  2. (2)Ketentuan tentang kegiatan penelitian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri, dan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 22

Kegiatan ilmu pengetahuan dan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasa 20 huruf b dan c dilakukan dalam bentuk pengenalan dan peragaan ekosistem cagar alam.

Pasal 23
  1. (1)Kegiatan penunjang budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf d dilakukan dalam bentuk pengambilan, pengangkutan, dan atau penggunaan plasma nutfah tumbuhan dan satwa yang terdapat dalam kawasan cagar alam.
  2. (2)Ketentuan tentang pengambilan, pengangkutan, dan penggunaan plasma nutfah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri, dan dilakukan sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku.
Pasal 24

Kawasan Suaka Margasatwa dapat dimanfaatkan untuk keperluan:

  1. penelitian dan pengembangan;
  2. ilmu pengetahuan;
  3. pendidikan;
  4. wisata alam terbatas; dan
  5. kegiatan penunjang budidaya.
Pasal 25
  1. (1)Kegiatan penelitian sebagiamana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a, meliputi:
    1. penelitian dasar;
    2. penelitian untuk menunjang pemanfaatan dan budidaya.
  2. (2)Kegiatan penelitian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri, dan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 26

Kegiatan ilmu pengetahuan dan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b dan c dapat dilaksanaka dalam bentuk pengenalan dan peragaan ekosistem suaka margasatwa.

Pasal 27
  1. (1)Wisata alam terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf d terbatas pada kegiatan mengunjungi, melihat dan menikmati keindahan alam dan perilaku satwa di dalam Kawasan Suaka Margasatwa dengan persyaratan tertentu.
  2. (2)Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 28

Kegiatan penunjang budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf e dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23.

Pasal 29

Pelaksanaan peemanfaatan Kawasan Cagar Alam dan Kawasan Suaka Margasatwa untuk keperluan sebagimana dimaksud dalam Pasal 20 dan Pasal 24 dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagimana dimaksud dalam Pasal 19.

BAB III
KAWASAN PELESTARIAN ALAM
Bagian Pertaman
Penetapan Kawasan
Pasal 30
  1. (1)Kawasan Pelestarian Alam, terdiri dari:
    1. Kawasan Taman Nasional;
    2. Kawasan Taman Hutan Raya;
    3. Kawasan Taman Wisata Alam.
  2. (2)Berdasarkan system zonasi pengelolaannya Kawasan Taman Nasional dapat dibagi atas:
    1. zona inti;
    2. zona pemanfaatan;
    3. zona rimba; dan atau zona lain yang ditetapkan Menteri berdasarkan kebutuhan pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Pasal 31
  1. (1)Suatu kawasan ditunjuk sebagai Kawasan Taman Nasional, apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut:
    1. Kawasan yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami;
    2. Memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan maupun satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh dan alami;
    3. Memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh;
    4. Memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan sebagai pariwisata alam;
    5. Merupakan kawasan yang dpat dibagi ke dalam zona lain yang karena pertimbangan kepentingan rehabilitasi kawasan, ketergantungan penduduk sekitar kawasan, dan dalam rangka mendukung upaya pelestarian sumber daya hayati dan ekosistemnya, dapat ditetapkan sebagai zona tersendiri.
  2. (2)Ditetapkan sebagai zona inti, apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
    1. mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya;
    2. mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusun;
    3. mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia;
    4. mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dan menjamin berlangsunya proses ekologis secara alami;
    5. mempunyai cirri khas potensinya dan dapat merupakan contoh yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi;
    6. mempunyai komunitas tumbuhan dana atau satwa beserta ekosistemnya yang langka atau yang keberadaannya terancam punah.
  3. (3)Ditetapkan sebagai zona pemanfaatan, apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
    1. mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau berupa formasi ekosistem tertentu serta formasi geologinya yang indah dan unik;
    2. mempunyai daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam;
    3. kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan periwisata alam.
  4. (4)Ditetapkan sebagai zona rimba, apabila memenuhi criteria sebagai berikut:
    1. kawasan yang ditetapkan mampu mendukung menyangga pelestarian dari jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasi;
    2. memiliki keanekaragaman jenis yang mampu menyangga pelestarian zona inti dan zona pemanfaatan ;
    3. merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu.
Pasal 32

Suatu kawasan ditetapkan sebagai Kawasan Taman Hutan Raya, apabila telah memnuhi kriteria sebagai berikut:

  1. merupakan kawasan dengan ciri khas baik asli maupun buatan, baik pada kawasan yang ekosistemnya masih utuh ataupun kawasan ekosistemnya sudah bubar;
  2. memiliki keindahan alam dan atau gejala alam;
  3. mempunyai luas wilayah yang memungkinkan untuk pembanguna koleksi tumbuhan dan atau satwa, baik jenis alsi dan atau bukan asli.
Pasal 33

Suatu kawasan ditetapkan sebagai Kawasan Taman Wisata Alam apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut:

  1. mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau ekosistem gejala alam serta formasi geologi yang menarik;
  2. mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam;
  3. kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam.
Pasal 34

Penetapan Kawasan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 10.

Bagian kedua
Pengelolaan
Paragraf Satu
Rencana Pengelolaan
Pasal 35

Pengelolaan Kawasan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam, dilakukan oleh Pemerintah.

Pasal 36

Ketentuan pengelolaan Kawasan Cagar Alam dan Kawasan Suaka Margasatwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 berlaku terhadap pengelolaan TamanNasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam

Paragraf Dua
Pengawetan
Pasal 37

Kawasan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam dikelola dengan melakukan upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.

Pasal 38

Upaya pengawetan kawasan taman nasional dilaksanakan sesuai dengan sistem zonasi pengelolanya.

Pasal 39
Upaya pengelola pada zona inti dilaksanakan dalam bentuk kegiatan:
  1. perlindungan dan pengamanan;
  2. inventarisasi potensi kawasan;
  3. penelitian dan pengembangan dalam menunjang pengelolaan.
Pasal 40

Upaya pengawetan pada zona pemanfaatan dilaksanakan dlam bentuk kegiatan:

  1. perlindungan dan pengamanan;
  2. inventarisasi potensi kawasan;
  3. penelitian dan pengembangan dalam menunjang pariwisata alam.
Pasal 41
  1. (1)Upaya pengawetan pada zona rimba dilaksanakan dalam bentuk kegiatan:
    1. perlindungan dan pengamanan;
    2. inventarisasi potensi kawasan;
    3. penelitian dan pengembangan dalam menunjang pengelolaan.
    4. pembinaan habitat dan populasi satwa.
  2. (2)Pembinaan habitat dan populasi satwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, dilaksanakan dalam bentuk kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2).
Pasal 42

Ketentuan lebih lanjut tentang Pengawetan Kawasan Taman Nasional diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 43
  1. (1)Upaya pengawetan Kawasan Taman Hutan Raya dilaksanakan dalam bentuk kegiatan:
    1. perlindungan dan pengamanan;
    2. inventarisasi potensi kawasan;
    3. penelitian dan pengembangan dalam menunjang pengelolaan.
    4. pembinaan dan pengembangan tumbuhan dan atau satwa.
  2. (2)Pembinaan dan pengembangan tumbuhan dan satwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, adalahuntuk tujuan koleksi.
  3. (3)Ketentuan lebih lanjut tentang pengawetan Kawasan Taman Hutan Raya diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 44
  1. (1)Upaya pengawetan Kawasan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam dilaksanakan dengan ketentuan dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan.
  2. (2)Termasuk dalam pengertian kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi Kawasan Taman Nasional atau Taman Hutan Raya, adalah:
    1. merusak kekhasan potensi sebagai pembentuk ekosistemnya;
    2. merusak keindahan alam dan gejala alam;
    3. mengurangi luas kawasan yang telah ditentukan;
    4. melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan rencana pengusahaan yang telah mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang.
  3. (3)Suatu kegiatan, dpat dianggap sebagai tindakan permulaan melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), apabila melakukan perbuatan:
    1. memotong, memindahkan, merusak atau menghilangkan tanda batas kawasan;
    2. membawa alat yang lazim digunakan untuk mengambil, menangkap,berburu, menebang,merusak,memusnahkan dan mengangkut sumber daya alam ke dan dari dalam kawasan.
  4. (4)Kegiatan dalam rangka pengawetan pada zona inti taman nasional termasuk dalam pengertian yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi Kawasan Taman Nasional, apabila kegiatan tersebut telah memnuhi ketentuan sebagimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2).
Pasal 45
  1. (1)Upaya pengawetan Taman Wisata Alam dilaksanakan dalam bentuk kegiatan:
    1. perlindungan dan pengamanan;
    2. inventarisasi potensi kawasan;
    3. penelitian dan pengembangan yang menunjang pelestarian potensi;
    4. pembinaan habitat dan populasi satwa.
  2. (2)Pembinaan habitat dan populasi satwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, meliputi kegiatan sebagimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2).
  3. (3)Ketentuan lebih lanjut tentang pengawetan Kawasan Taman Wisata Alam diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 46

Termasuk dalam pengertian kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi Kawasan Taman Wisata Alam sebagimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) adalah:

  1. berburu, menebang pohon, mengangkut kayu dan satwa atau bagianbagiannya di dalam dan ke luar kawasan, serta memusnahkan sumber daya alam di dalam kawasan;
  2. melakukan kegiatan usaha yang menimbulkan pencemaran kawasan;
  3. melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan rencana pengelolaan dan atau rencana pengusahaan yang telah mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang.
Pasal 47

Kegiatan dalam rangka pembinaan habitat dan populasi satwa, pemninaan dan pengembangan tumbuhan atau satwa sebagaimana dimaksud dalam Pasl 41 ayat (1) huruf d dan Pasal 43 ayat (1) huruf d, tidak termasuk dalam pengertian kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan Pasal 46.

Paragraf Tiga
Pemanfaatan
Pasal 48

Kawasan Taman Nasional dapat dimanfaatkan sesuai dengan system zonasi pengelolaannya.

Pasal 49
  1. (1)Zona inti dpat dimanfaatkan untuk kerperluan:
    1. penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan;
    2. ilmu pengetahuan
    3. pendidikan; dan atau
    4. kegiatan penunjang budidaya.
  2. (2)Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 23.
Pasal 50
  1. (1)Zona Pemanfaatan dapat dimanfaatkan untuk keperluan:
    1. pariwisata alam dan rekreasi;
    2. penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan;
    3. pendidikan; dan atau
    4. kegiatan penunjang budidaya.
  2. (2)Kegiatan pariwisata alam dan rekreasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  3. (3)Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dan huruf d, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 25 dan Pasal 28.
  4. (4)Kegiatan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dapat berupa karya wisata, widya wisata, dan pemanfaatan hasil-hasil penelitian serta peragaan dokumentasi tentang kawasan tersebut.
Pasal 51
  1. (1)Zona Rimba dapat dimanfaatkan untuk keperluan:
    1. penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan;
    2. ilmu pengetahuan;
    3. pendidikan;
    4. kegiatan penunjang budidaya;
    5. wisata alam terbatas.
  2. (2)Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, dan Pasal 28.
Pasal 52
  1. (1)Kawasan Taman Hutan Raya dapat dimanfaatkan untuk keperluan:
    1. penelitian dan pengembangan;
    2. ilmu pengetahuan;
    3. pendidikan;
    4. kegiatan penunjang budidaya;
    5. pariwisata alam dan rekreasi;
    6. pelestarian budaya.
  2. (2)Kegiatan penelitian dan pengembangan sebagaimanan dimaksud dalam ayat (1) huruf a, meliputi:
    1. penelitian dasar;
    2. penelitian untuk menunjang pengelolaan dan budidaya;
  3. (3)Kegiatan penelitian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri dan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  4. (4)Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, c, dan d, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 26 dan Pasal 28.
  5. (5)Kegiatan pariwisata alam dan rekreasi sebagaimana dimakud dalam ayat (1) huruf e dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
  6. (6)Kegiatan pelestarian budaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf f diatur dengan Keputusan Menteri setelah mendapat pertimbangan dari Menteri yang bertanggu jawab di bidang kebudayaan.
Pasal 53
  1. (1)Sesuai dengan fungsinya, taman wiata alam dapat dimanfaatkan untuk keperluan:
    1. pariwisata alam dan rekreasi;
    2. penelitian dan pengembangan;
    3. pendidikan; dan atau
    4. kegiatan penunjang budidaya.
  2. (2)Kegiatan pariwisata alam dan rekreasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
  3. (3)Kegiatan pendidikan sebagimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dapat berupa karya wisata, widya wisata, dan pemanfaatan hasi-hasil penelitian serta peragaan dokumentasi tentang pootensi kawasn tersebut.
  4. (4)Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dan d, dilaksanakan sesuai ketentuan Pasal 25 dan Pasal 28.
Pasal 54

Pelaksanaan pemanfaatan kawasan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman wisata alam untuk keperluan sebagaimana dimaksud dalam pasal 49, pasal 50, pasal 52, dan pasal 53 , dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 44 dan pasal 46.

Bab IV
PENUTUPAN KAWASAN
Pasal 55
  1. (1)Dalam keadaan tertentu sangat diperlukan dalam rangka mempertahankan dan atau memulihkan kelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, pemerintah dapat menghentikan kegiatan tertentu dan atau menutup kawsan cagar alam, suaka marga satwa, taman nasional, Taman hutan raya, dan taman wisata alam sebagaimana atau seluruhnya untuk jangka waktu tertentu.
  2. (2)Kriteria dan tata cara penghentian kegiatan dan atau penutupan kawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 ditetapkan dengan keputusan menteri.
Bab V
DAERAH PENYANGGA
Pasal 56
  1. (1)Daerah penyangga mempunyai fungsi untuk menyangga Kawasan Suaka Alam dan atau Kawasan Pelestarian Alam dari segala bentuk tekanan dan gangguan yang berasal dari luar dan atau dari dalam kawasan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan dan atau perubahan fungsi kawasan.
  2. (2)Penetapan daerah penyangga sebagimana dimaksud dalam ayat 1 didasarkan pada kriteria sebagai berikut:
    1. secara geografis berbatasan dengan kawasan suaka alam dan atau kawasan pelestarian alam;
    2. secara ekologis masih mempunyai pengaruh baik dari dalam maupun dari luar kawasan suaka alam dan atau kawasan pelestarian alam;
  3. (3)Penetapan tanah negara bebas maupun tanah yang dibebani dengan suatu hak (alas titel) sebagai daerah penyangga, ditetapkan oleh menteri setelah mendengar pertimbangan gubernur kepala daerah tingkat I yang bersangkutan;
  4. (4)Penetapan daerah penyangga dilakukan dengan menghormati hak-hak yang dimiliki oleh pemegang hak;
  5. (5)Pengelolaan daerah penyangga yang bukan kawasan hutan tetap berada pada pemegang hak dengan tetap memperhatikan ketentuan ayat 2 huruf b;
  6. (6)Kriteria dan tata cara penetapan kawasan hutan sebagai daerah penyangga diatur dengan keputusan menteri.
Pasal 57

Untuk membina fungsi daerah penyangga , pemerintah melakuan:

  1. peningkatan pemahaman masyarakat terhadap konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
  2. peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
  3. rehabilitasi lahan;
  4. peningkatan produktifitas lahan;
  5. kegiatan lain yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 58

Kawasan Suaka Alam dan atau Kawasan Pelestarian Alam yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, dianggap telah ditetapkan sebagai Kawasan Suaka Alam dan atau Kawasan Pelestarian Alam berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 59

Pada saat mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua peraturan perundangan-undangan di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang telah ada sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini, tetap berlaku sampai dengan dikeluarkan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 60

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada yanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 Agustus 1998

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 19 Agustus 1998

MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
AKBAR TANDJUNG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 1998 NOMOR 132

Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETANAT KABINET RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
ttd
Lambock V. Nahattand


PENJELASAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 68 TAHUN 1998

TENTANG

KAWASAN SUAKA MARGASATWA DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM
U M U M

Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang tinggi keanekaragamannya dengan keunikan, keaslian, dan keindahan merupakan kekayaan alam yang sangat potensial. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang potensial itu dapat dijadikan salah satu modal dasar pembangunan nasional Indonesia yang berkelanjutan. Karena itu perlu dikembangkan dan dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat, melalui upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, sehingga tercapai keseimbangan dan keserasian antara aspek perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan secara lestari.

Upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya itu antara lain ditempuh melalui penetapan wilayah-wilayah tertentu baik di daratan dan atau perairan sebagai Kawasan Suaka Alam dan atau Kawassan Pelestarian Alam, yang merupakan perwakilan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, keutuhan sumber plasma nutfah, keseimbangan ekosistem, keunikan dan keindahan alam sehingga lebih dapat mendukung pembangunan dan menunjang peningkatan kesejahteraan rakyat serta pelestarian lingkungan hidup.

Upaya konservasi tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari seluruh kiprah pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh berbagai sektor. Pelaksanaan pembangunan nasional itu sendiri telah berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan mampu mengembangkan berbagai bidang kegiatan masyarakat, sehingga kebutuhan hidupnya semakin beragam.

Sejajar dengan kemajuan dan kehidupan masyarakat di berbagai bidang, maka pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin terasa perlu digalakkan. Dalam hubungan ini, Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam yang memiliki potensi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, sangat penting peranannya untuk dijadikan obyek penelitian dan pendidikan, ilmu pengetahuan, menunjang budidaya, disamping dapat dimanfaatkan sebagai wahana pengembangan budidaya, pariwisata alam dan rekreasi serta sarana pemantapan fungsi hidrobiologisnya, pencegahan bencana banjir, erosi dan pemeliharaan kesuburan tanah serta fungsinya sebagai plasma nutfah.

Oleh karena itu, pengelolaan Kawasan Suaka Satwa Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, pada hakikatnya merupakan salah satu aspek pembangunan yang berkelanjutan serta berwawasan lingkungan, sehingga dampaknya sangat positif terhadap upaya peningkatan kesejahteraan rakyat, yang sekaligus akan meningkatkan pula pendapatan negara dan penerimaan devisa negara, yang pada gilirannya dapat memajukan hidup dan kehidupan bangsa.

Oleh karena itu, pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, tidak hanya didasarkan pada prinsip konservasi untuk konservasi itu sendiri, tetapi konservasi untuk kepentingan bangsa dan seluruh masyarakat Indonesia.

Mengingat akan kepentingan itu, dan sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya maka perlu ada landasan hukum bagi penetapan dan pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 sampai pasal 4

Cukup jelas

Pasal 5
  1. Ayat (1)

    Cukup jelas

  2. Ayat (2)

    Cukup jelas

  3. Ayat (3)

    Cukup jelas

Pasal 6 sampai pasal 8

Cukup jelas

Pasal 9 sampai pasal 15

Cukup jelas

Pasal 16
  1. Huruf a

    Dalam pengelolaan cagar alam sangat sedikit campur tangan manusia, oleh karenanya bobot pengelolaanya lebih ditekankan pada perlindungandari luar kawasan seperti serangan hama, penyakit, kebakaran, dan pencemaran yang berasal dari luar kawasan. Selain itu dilakukan upaya pengamanan untuk menjaga dan mencegah gangguan manusia, seperti: perambahan kawasan, pencurian, dan penembakan.

  2. Huruf b

    Dalam menunjang pengawetan cagar alam diperlukan data dan informasi awal tentang potensi kawasan. Oleh karenanya diperlukan inventarisasi tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.

  3. Huruf c

    Dalam menunjang pengawetan cagar alam, kegiatan penelitian dan pengembangan, sangat penting, untuk mengetahui proses-proses ekologi yang terjadi, diantaranya siklus energi, siklus hara, siklus air, interaksi antar dan inter sepesies baik tumbuhan maupun satwa. Denagn demikian, keutuhan kawasan

Pasal 20

Cukup jelas

Pasal 21
  1. Ayat (1)
    1. Huruf a

      Penelitian dasar yaitu penelitian yang hasilnya untuk mendukung penelitian terapan yang diperlukan untuk menunjangpemanfaatn jenis tumbuhan dan satwa bududayanya di luar kawasan, seperti penelitian perilaku satwa, dominasi tumbuhan dan atau satwa, dan penelitian-penelitian sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (1) huruf c.

    2. Huruf b

      Penelitian untuk menunjang pemanfaatan dan budidaya ditujukan terhadap seleksi jenis tumbuhan dan satwa yang karena kandungannya dapat dimanfaatkan misalnya untuk obat-obatan, sebagai benih atau bibit unggul dalam menunjang peningkatanproduksi pangan, sandang dan papan, serta perbanyakan dan peningkatan kualitas jenis melalui rekayasa genetic. Kegiatan penelitian tersebut lebih banyak di luar kawasan, sedangkan dalam kawasan cukup mengambil contoh spesimen.

  2. Ayat (2)

    Yang dimaksud dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah ketentuan yang mengatur tentang tata cara dan instansi yang berwenang memberi rekomendasi dan atau izin untuk melaksanakan penelitian. Kewenangan yang terkait dengan penelitian in yang sekarang dikoordinasikan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, tidak mengurangi kewenangan menteri untuk mengatur tata cara pelaksanaan penelitian yang sasaran penelitiannya berlokasi pada kawasan alam pada khususnya atau kawasan hutan pada umumnya.

Pasal 22

Yang dimaksud denga pengenalan ekosistem cagar alam adalah pengenalan secara langsung di lapangan baik tipe ekosistemnya maupun pengenalan jenis tumbuhan dan atau satwanya

Pasal 23
  1. Ayat (1)

    Cukup jelas

  2. Ayat (2)

    Pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan plasma nutfah terikat kepada ketentuan pada peraturan pemerintah nomor 44 tahun 1995 tentang pembenihan tanaman

Pasal 23

Cukup jelas

Pasal 25
  1. Ayat (1)

    Lihat penjelasan pasal 21 ayat 1

  2. Ayat (2)

    Lihat penjelasan pasal 21 ayat 2

Pasal 26

Cukup jelas

Pasal 27
  1. Ayat (1)

    Cukup jelas

  2. Ayat (2)

    Cukup jelas

Pasal 28

Cukup jelas

Pasal 29

Cukup jelas

Pasal 30
  1. Ayat (1)

    Cukup jelas

  2. Ayat (2)

    Penetapan zona-zona pada Kawasan Taman Nasional dilakukan secara variatif sesuai dengan kebutuhan pengelolaan kawasn taman nasional, karena itu penetapan zona-zona tersebut tidak selalu harus lengkap sesuai dengan pembagian pada ayat ini, karena itu pembagian zona tidak selalu sama pada setiap Kawasan Taman Nasional.

Pasal 31
  1. Ayat (1)
    1. Huruf a

      Cukup jelas

    2. Huruf b

      Cukup jelas

    3. Huruf c

      Yang dimaksud ekosistem yang masih utuh yaitu ekosistem yang keadaannya relatif masih asli, demikian pula keadaan unsu-unsur biotik dan fisiknya, serta interkasinya masih mampu memberikan fungsi ekologis.

    4. Huruf d

      Cukup jelas

    5. Huruf e

      Cukup jelas

  2. Ayat (2)

    Cukup jelas

  3. Ayat (3)

    Cukup jelas

  4. Ayat (4)

    Cukup jelas

Pasal 32 sampai pasal 45

Cukup jelas

Pasal 46
  1. Huruf a

    Memusnahkan sumber daya alam misalnya dengan melakukan pembakaran, menyebarkan racun, dan menggunakan bahan peledak(aminisi).

  2. Huruf b

    Cukup jelas

  3. Huruf c

    Cukup jelas

Pasal 47 sampai pasal 54

Cukup jelas

Pasal 55
  1. Ayat (1)

    Jumlah pengungjung yang masuk kedalam kawasan disesuaikan dengan daya dukung kawasan yang bersangkutan. Dalam rangka pengendalian pengunjung masuk ke dalam kawasan, Pemerintah menetapkan syarat dan tata cara memasuki kawasan.

  2. Ayat (2)

    Cukup jelas

Pasal 56
  1. Ayat (1)

    Cukup jelas

  2. Ayat (2)

    Cukup jelas

  3. Ayat (3)

    Cukup jelas

  4. Ayat (4)

    Pengertian menghormati hak yang dimiliki orang adalah suatu pengertian yang mengandungarti menghargai, menjunjung tinggi, mengakui dan menaati peraturan yang berlaku terhadap hak yang dimiliki orang lain.

    Yang dimaksud dengan hak yang dimiliki orang adalah segala kepentingan hukum yang diperoleh atau dimiliki berdasarkan peraturan perundangundangan, hukum adat atau kebiasaan yang berlaku. Kepentingan hokum tersebut anatara lain berupa pemilikan atau penguasaan tanah atas dasar sesuatu hak yang diakui dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

  5. Ayat (5)

    Ketentuan-ketentuan tentang hak dan kewajiban pemegang hak atas daerah penyangga bukan kawasan hutan ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan.

  6. Ayat (6)

    Cukup jelas

Pasal 57 sampai pasal 60

Cukup jelas

© 2003 - 2024 ProFauna Indonesia

ProFauna Indonesia (Temukan kami di Google+) adalah lembaga independen non profit berjaringan internasional
yang bergerak dibidang perlindungan dan pelestarian satwa liar dan habitatnya.