Puluhan Aktivis Menyerukan Dihentikannya Eksploitasi Penyu di Bali
Puluhan aktivis peduli penyu yang dimotori ProFauna melakukan demonstrasi di Jembrana, Bali untuk memprotes maraknya eksploitasi penyu, pada hari Minggu (1/12/2013). Dalam kampanye yang didukung oleh sejumlah organisasi seperti Turtle Foundation, SOS Sea Turtles, Born Free Foundation dan Sispala itu ProFauna mengecam semakin banyaknya eksploitasi penyu yang berkedok konservasi. Eksploitasi itu terjadi dalam beberapa bentuk, antara lain memelihara penyu dewasa dalam bak-bak penampungan yang digunakan untuk wisata. Orang bisa berfoto bersama dengan penyu itu bahkan juga bisa menduduki penyu tersebut namun dengan membayar sejumlah uang. Padahal penyu-penyu itu ditangkap dari perairan laut di luar Bali dan kemudian nasib penyu itu tidak jelas setelah cukup lama didisplay.
Bentuk eksploitasi lainnya adalah semakin banyak orang atau kelompok masyarakat yang memelihara tukik (anak penyu) dalam bak-bak kecil dalam waktu yang lama. Tukik itu baru akan dilepas ke laut jika ada orang yang membayar atas nama donasi. Seharusnya tukik yang baru menetas itu segera dilepas ke laut, sehingga daya hidupnya akan lebih tinggi. Bayu Sandi, juru kampanye ProFauna mengatakan, "tukik yang dipelihara sering terkena penyakit infeksi mata dan juiga saling gigit. Tukik tersebut juga akan terbiasa dengan makanan yang diberikan manusia, sehingga membuat tukik akan lebih susah beradaptsi ketika dilepas di laut".
Ironisnya, asal telur-telur penyu itu justru dibeli dari nelayan. Pemelihara tukik itu mau membeli telur penyu, karena ketika tukik itu dilepas mereka akan mendapatkan uang yang lebih besar dari wisatawan yang melepas tukik tersebut. Dengan memelihara tukik dalam bak-bak itu mereka juga berharap akan mendapatkan bantuan dana dari pemerintah ataupun pihak swasta. Hal ini jelas merupakan bentuk eksploitasi penyu atas nama konservasi.
Bayu Sandi menegaskan, "perdagangan penyu dan telurnya itu perbuatan kriminal karena melanggar UU nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, sudah sepatutnya perdagangan penyu termasuk telurnya ditindak dengan tegas". Pembelian telur penyu untuk ditetaskan dan kemudian tukiknya dilepas dengan imbalan uang adalah sebuah tindakan yang memalukan dan menodai upaya konservasi penyu yang sebenarnya. "Pembelian telur penyu itu juga semakin mendorong masyarakat untuk terus berburu telur penyu", tambah Bayu.
ProFauna memandang bahwa eksploitasi penyu di Indonesia sudah dalam taraf mengkuatirkan kelestarian penyu. Eksploitasi tersebut terbagi dalam tiga bentuk yaitu perdagangan daging penyu, perdagangan telur penyu dan penggunaan penyu untuk wisata yang mengabaikan kesejahteraan penyu. Dalam tiga tahun terakhir ProFauna mencatat sedikitnya ada 13 kasus perdagangan penyu dan telurnya yang terungkap di Indonesia. Lokasi kasusnya kebanyakan berada di Bali dan Kalimantan Timur.
Sementara itu ProFauna bersama Born Free Foundation terus melakukan kampanye perlindungan penyu di Bali melalui pendekatan edukasi, kampanye, advokasi dan pendampingan masyarakat lokal. ProFauna percaya bahwa pelibatan masyarakat lokal itu akan sangat efektif dalam melestarikan penyu. Salah satu bentuk pelibatan masyarakat itu adalah dengan mengembangkan wisata pengamatan penyu yang memperhatikan kaidah kesejahteraan satwa dan nilai-nilai konservasi yang ada.
Kampanye pelestarian penyu di Bali itu mendapatkan dukungan dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jembrana I Made Sweca Antara. Made yang berasal dari partai PDI Perjuangan tersebut kepada Bayu Sandi mengatakan, "semua lapisan masyarakat perlu mendukung upaya pelestarian penyu. Kami juga memberikan penghargaan atas upaya ProFauna dalam melestarikan penyu di Jembrana".