- English
- Bahasa Indonesia
Terancam Punah, Penyu di Kepulauan Derawan Dibantai
TEMPO.CO, Malang -- Pencurian telur dan pembantaian penyu hijau (Chelonia mydas) masih berlangsung di Kepulauan Derawan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Penyu hijau merupakan salah satu spesies yang terancam punah.
Lembaga nonprofit di bidang perlindungan satwa liar dan hutan di Malang, Protection of Forest & Fauna (Profauna), bersama Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Berau melaporkan telur-telur penyu dicuri untuk diperjualbelikan. Sedangkan penyu dibantai untuk diambil dagingnya.
"Kejahatan lingkungan itu kami ketahui dari pengecekan dan penyisiran pada akhir Maret lalu," kata Bayu Sandi, Koordinator Profauna Borneo, Sabtu, 2 April 2016.
Menurut Bayu, pembunuhan penyu diketahui dari patroli petugas Badan Lingkungan Hidup (BLH) pada 29 Maret 2016. Tim BLH menemukan barang bukti berupa delapan telur penyu, gumpalan darah segar, sebilah pisau dapur dan sandal. Ternyata gumpalan darah merupakan isi perut penyu hijau. Para pelaku langsung kabur saat melihat kedatangan tim BLH.
Tim BLH kemudian melapor ke DKP Kabupaten Berau yang kemudian melakukan olah tempat kejadian perkara. Temuan tersebut menguatkan dugaan bahwa perburuan penyu masih berlangsung terjadi di Kepulauan Derawan.
Menindaklanjuti temuan BLH, Profauna bersama DKP dan kelompok pemuda Duta Bahari menyisir pantai Kepulauan Derawan. Tim menemukan belasan telur penyu yang berada di dasar air. Diduga telur-telur tersebut hasil curian yang tercecer.
Pendiri Profauna Rosek Nursahid melengkapi, perburuan beberapa spesies penyu di Kepulauan Derawan berlangsung marak dalam tiga tahun terakhir. Profauna memantau, daging penyu paling banyak dikonsumsi pada perayaan malam Natal, malam tahun baru Masehi, dan tahun baru Cina atau Imlek.
"Sebagian masyarakat Berau memanfaatkan daging penyu sebagai makanan ringan yang dinikmati bersama minuman beralkohol atau sekadar dimasak rica-rica untuk menyambut perayaan hari-hari besar tertentu," kata Rosek.
Perairan laut Kabupaten Berau dikenal sebagai habitat terbesar penyu hijau di Indonesia dan habitat terbesar penyu hijau nomor delapan di dunia. Kepulauan Derawan dikenal sebagai habitat penting penyu hijau dan penyu sisik (Eretmochelys imbricate). Penyu sisik juga diburu dan keberadaannya semakin terancam, nyaris senasib dengan penyu hijau. Selain di Kepulauan Derawan, pencurian telur penyu hijau berlangsung di Pulau Sangalaki, Berau.
Sebagai gambaran, dari data Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) diketahui pada 2013 ada lima kasus pencurian telur penyu hijau dan meningkat 11 kasus pada 2014 atau naik 120 persen. Jumlah sarang penyu yang raib dicuri sepanjang tahun lalu pun meningkat dari 28 sarang pada 2013 menjadi 99 sarang atau naik 253 persen.
Pulau Sangalaki yang seluas 15,9 hektare merupakan salah satu rumah penyu hijau sekaligus menjadi obyek wisata alam. Di pulau yang juga jadi pusat habitat ikan pari manta (Manta birostris) di dunia ini makin disukai wisatawan. Mayoritas pengunjung berasal dari kota-kota besar di Kalimantan Timur, terutama dari Bontang, Samarinda, dan Tanjung Redeb, serta Jakarta.
Meningkatnya pencurian telur dan sarang, serta pembunuhan sangat dicemaskan mengancam kelestarian penyu hijau. Harga telur penyu hijau, misalnya, dijual dengan harga antara Rp 6 ribu sampai Rp 12.500 per butir. Akibatnya, kini jumlah penyu hijau bertelur di Pulau Sangalaki cenderung terus menurun. Pada 2013 rata-rata ada 15 penyu betina yang bertelur tiap hari, lalu setahun kemudian merosot jadi rata-rata 11 ekor per hari.
Sedangkan penyu sisik lebih banyak diburu untuk dijadikan cinderamata. Di Kota Tanjung Redeb, misalnya, Profauna menemukan banyak karapas penyu sisik dijadikan suvenir di ibu kota Kabupaten Berau tersebut. Karapas penyu sisik dijadikan kalung, gelang, cincin, dan gantungan kunci. Harga suvenir ini bervariasi antara Rp 10 ribu sampai Rp 30 ribu per buah. Harga kalung Rp 25 ribu, cincin Rp 15 ribu, serta harga gelang antara Rp 25 ribu sampai Rp 30 ribu.
Bayu dan Rosek menekankan, pengambilan dan perdagangan semua jenis penyu, termasuk karapas dan telurnya, dilarang oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pelanggarnya bisa diancam pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda Rp 100 juta.
Profauna mendesak pihak berwajib untuk mengetatkan pengawasan terhadap Pulau Derawan dan Pulau Sangalaki, serta sekaligus menggiatkan pemberantasan perdagangan telur penyu hijau dan juga penyu sisik di seluruh Kalimantan Timur.
Desakan Profauna direspons Bupati Berau H. Muharram. Dalam pertemuan Forum Koordinasi Konservasi Keanekeragaman Hayati Perairan (FKKKHP) pada akhir Maret 2016, Muharram meminta semua pihak bekerja keras untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati di kabupaten seluas 34.127 kilometer persegi itu. Ia pun meminta Profauna melakukan pemetaan tempat terjadinya perburuan penyu hijau dan penyu sisik. (Abdi Purnomo)
Foto: PROFAUNA, Sumber Berita: Tempo.co