- English
- Bahasa Indonesia
Ratusan Organisasi Konservasi Protes Kebijakan Siti Nurbaya Merevisi Permen LHK nomor 20 Tahun 2018
Ratusan organisasi dan komunitas konservasi alam memprotes keluarnya kebijakan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya yang merevisi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.20/ MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 TENTANG JENIS TUMBUHAN DAN SATWA YANG DILINDUNGI. Pasalnya revisi itu kontroversial dan dinilai tanpa kajian ilimiah yang memadai, namun hanya karena tekanan kelompok masyarakat tertentu.
Berikut di bawah ini pernyataan bersama 150 organisasi dan komunitas konservasi alam:
SURAT PERNYATAAN BERSAMA
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR 92 TAHUN 2018
Terbitnya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.20/ MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 TENTANG JENIS TUMBUHAN DAN SATWA YANG DILINDUNGI, selanjutnya disebut P.20/2018, ternyata menimbulkan gejolak di kalangan penyelenggara lomba burung berkicau, penyedia pakan dan kandang burung, peternak/penangkar burung, dan pemilik/pehobi/peserta lomba burung berkicau.
Gejolak itu ditunjukkan melalui komentar-komentar di media sosial, media massa, sejumlah demonstrasi dan ancaman demonstrasi yang lebih besar. Mereka menuntut Kementerian LHK untuk mencabut atau merevisi P.20/2018, dengan mengeluarkan tiga jenis burung berkicau yaitu kucica hutan, cucak rawa, dan jalak suren.
Pada hari ini, 20 September 2018, para pegiat konservasi dikejutkan dengan terbitnya Peraturan Menteri LHK No. P.92/MENLHK/SEKJEN/KUM.1/8/2018 (P.92/2018) tentang Perubahan Atas PermenLHK No.P.20/2018. Peraturan tersebut ditandatangani Menteri LHK pada tanggal 30 Agustus 2018, yang diundangkan Kementerian Hukum dan HAM tanggal 5 September 2018.
Sehubungan dengan hal tersebut, kami Forum Konservasi Burung Indonesia (FKBI), yang terdiri dari 150 organisasi/lembaga dan 44 perorangan di seluruh Indonesia (daftar terlampir) MENYATAKAN KECEWA, PRIHATIN, KEBERATAN, DAN MEMPROTES KERAS Ibu Siti Nurbaya selaku Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang merevisi PermenLHK No. P.20/2018 tanpa dukungan kajian ilmiah yang memadai dan kontroversial.
Melalui pesan ini, FKBI berpendapat sebagai berikut:
- Mengapresiasi Dirjen KSDAE dan jajarannya yang telah berupaya maksimal untuk menghadapi tekanan dari pihak-pihak yang merasa terganggu dengan terbitnya P.20/2018;
- Ditjen KSDAE cq Direktorat KKH telah menjumpai tokoh/aktivis/ praktisi lomba dan penangkar burung berkicau untuk mendiskusikan permasalahan dan solusinya;
- Ditjen KSDAE telah menyampaikan Surat Edaran Ditjen KSDAE No. SE.9/KSDAE/ SET/KUM.1/8/2018 tertanggal 10 Agustus 2018, tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/ KUM.1/6/2018 Tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Surat Edaran tersebut merupakan jalan tengah yang adil bagi pelestarian burung dan tidak mengganggu pebisnis dan pemelihara burung berkicau;
- Ditjen KSDAE sedang menyiapkan Rancangan Perdirjen terkait Lomba Burung Berkicau dan Rancangan Peraturan Peralihan Pelaksanaan P.20/2018.
- Bahwa Pusat Penelitian Biologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), selaku otoritas keilmuan yang dimandatkan oleh Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, telah mengirimkan usulan daftar tumbuhan dan satwa dilindungi berdasarkan:
- Surat Rekomendasi LIPI No. B.2230 tertanggal 4 Mei 2018;
- Surat LIPI No. B.3987 tertanggal 20 Agustus 2018 yang memperbaiki nama jenis dalam lampiran P.20/2018;
- Surat LIPI No. B.3990 tertanggal 20 Agustus 2018 mengenai justifikasi perlindungan jenis burung kucica hutan, cucak rawa, dan jalak suren;
- Surat LIPI No. B-4325 tertanggal 5 September 2018 yang memberikan data tambahan untuk melengkapi Surat LIPI No. B.3990. Pada surat terakhir tersebut, LIPI menampilkan sebaran penelitian antara tahun 2001-2014, Cucak Rawa dan Jalak Suren tidak ditemukan di habitat alaminya, sedangkan kucica hutan/murai batu hanya ditemukan di 4 (empat) lokasi. Atas dasar itulah, LIPI merekomendasikan tiga jenis burung berkicau itu dengan status Satwa Dilindungi (Peta terlampir) karena besarnya resiko kepunahan di habitat alaminya;
- LIPI selaku Otoritas Keilmuan TIDAK PERNAH memberikan pertimbangan yang merekomendasikan KLHK untuk mengeluarkan 5 (lima) jenis burung dari status perlindungan.
- Berdasarkan catatan BURUNGNESIA antara tahun 2016-2018, 1300 relawan pengamat burung telah mengunjungi 1772 lokasi di Jawa, 260 lokasi di Kalimantan, dan 277 lokasi di Sumatera. Dari lokasi-lokasi tersebut, hanya ditemukan 15 ekor kucica hutan di 11 lokasi, 4 (empat) ekor jalak-suren jawa di tiga lokasi, dan tidak menemukan cucak rawa. Catatan ini memperkuat temuan dan rekomendasi dari LIPI terhadap ketiga jenis burung berkicau tersebut yang semakin sulit ditemukan di habitat alaminya (Peta Terlampir).
- Berdasarkan telaah yang kami lakukan, dua jenis burung Anis-bentet Kecil (Colluricincla megarhyncha) dan Anis-bentet Sangihe (Colluricincla sanghirensis), bukanlah jenis yang saat ini dilombakan dan belum ditangkarkan. Anis-bentet Kecil memiliki beberapa anak-jenis dengan sebaran terbatas dan endemis di pulau-pulau kecil di Papua dan Papua Barat. Sedangkan Anis-bentet Sangihe merupakan jenis endemis yang hanya bisa ditemukan di Pegunungan Sahendaruman di Pulau Sangihe dengan populasi 92-255 ekor (2009), sehingga berstatus Critically Endangered. Atas dasar itu, dikeluarkannya kedua jenis burung tersebut dari status perlindungan merupakan tindakan semena-mena Menteri LHK tanpa dasar ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.
- Bahwa P.92/2018 diterbitkan secara tendensius untuk mengakomodasi permintaan pebisnis dan pihak tertentu tanpa dasar ilmiah dan mengesampingkan fakta menurunnya populasi di alam, dan/atau kepunahan di alam;
- Bahwa dengan terbitnya P.92/2018 yang mengeluarkan 5 (lima) jenis burung dari daftar jenis yang dilindungi melanggar ketentuan Pasal 6 PP No.7 Tahun 1999, bahkan tidak sesuai dengan Pasal 1A ayat (1) dari P.92/2018 yang menyatakan perlunya pertimbangan LIPI;
- Bahwa klaim para penangkar yang berhasil mengembangbiakkan tiga jenis burung berkicau masih memerlukan verifikasi, untuk memastikan tidak adanya pasokan dari alam, atau hasil persilangan (hibrid) antar anak-jenis (sub-spesies) yang mengakibatkan penurunan kualitas genetis atau polusi genetik sehingga tidak layak dilepaskan di alam;
- Bahwa pada 27 Agustus dan 8 September 2018, telah terjadi penyelundupan satwa liar dari Kumai Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur yang berhasil digagalkan oleh Balai Besar Karantina Pertanian dan Polair Polda Jawa Timur. Total satwa yang disita sebanyak 451 ekor, terdiri dari Kucica Hutan/Murai Batu sebanyak 109 ekor, Cucak Hijau sebanyak 278 ekor, Cucak Jenggot sebanyak 26 ekor, Tledean/sikatan 17 ekor. Fakta terbaru ini mengindikasikan masih adanya jenis-jenis burung berkicau yang ditangkap dari habitat alamnya;
- Bahwa secara normatif regulasi, kegiatan penangkaran ex-situ bersifat mendukung kegiatan pengawetan in-situ. Dengan demikian, program dan kegiatan untuk mempertahankan populasi di alam lebih diutamakan ketika ditemukan indikasi penurunan populasi dan/atau kelangkaan di habitat alaminya;
- Bahwa indikasi kekhawatiran para penyelenggara lomba burung berkicau, penangkar, penghobi, terhadap proses perizinan penangkaran, kepemilikan, SATDN, dan kerumitan birokrasi perlu dijawab oleh KLHK dengan debirokratisi, deregulasi, pengawasan ketat, dan tindakan tegas terhadap oknum-oknum yang merugikan masyarakat;
- Kekhawatiran para pebisnis, penangkar dan pemilik burung berkicau yang dilindungi terhadap bisnisnya tidak cukup beralasan mengingat burung curik bali/jalak bali (Leucopsar rothschildi) yang dilindungi juga tetap memungkinkan untuk ditangkarkan tanpa mengganggu populasi alaminya.
Atas dasar pertimbangan tersebut di atas, Forum Konservasi Burung Indonesia menyatakan sikap sebagai berikut:
- Mengecam dan menolak P.92/2018 yang mencabut Lampiran P.20/2018 tanpa kajian yang komprehensif, ilmiah, dan tidak memperhatikan aspek Perlindungan, Pengawetan, dan Pemanfaatan jenis-jenis satwa yang masuk dalam kriteria dilindungi sesuai Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 6 PP No. 7 Tahun 1999;
- Mengecam Menteri LHK yang menetapkan P.92/2018 yang menentukan norma-norma hukum baru (Pasal 1A ayat (2) di luar kewenangannya dan tanpa landasan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
- Kami mendukung sikap LIPI selaku Otoritas Keilmuan yang telah memberikan referensi, peta sebaran, dan rekomendasi perlindungan terhadap jenis-jenis burung berkicau yang justru dikeluarkan dari status dilindungi karena semakin langka atau sulit ditemukan di habitat alaminya sebagai indikasi menurunnya populasi di alam;
- Mendukung pemerintah untuk:
- Membuat peraturan peralihan pelaksanaan P.20/2018 yang mengatur prosedur registrasi dan penandaan tumbuhan dan satwa dilindungi,
- Memperkuat pelaksanaan peraturan penangkaran tumbuhan dan satwa liar untuk mendukung upaya pelestarian tumbuhan dan satwa secara in-situ, sekaligus mendorong peningkatan ekonomi penangkar dengan menegakkan birokrasi yang tidak berbelit-belit dan bebas dari pungutan liar,
- Melakukan penegakan hukum terkait maraknya peredaran jenis-jenis satwa liar dilindungi dan yang tidak dilindungi yang diperdagangkan secara terbuka tanpa kuota di pasar-pasar burung di Indonesia.
Demikianlah sikap ini kami sampaikan dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaaan dari pihak manapun. Kami siap dan terbuka untuk berdialog mencari solusi terbaik demi pemanfaatan berkelanjutan sumberdaya alam hayati Indonesia.
Bogor, 20 September 2018
Atas nama Forum Konservasi Burung Indonesia (FKBI):
Dian Agista (Burung Indonesia)
Suer Suryadi (Conservation and Legal Assistant Network (CLaN)
Andri Santosa (Kelompok Kerja Konservasi)
Rosek Nursahid (PROFAUNA Indonesia)
Daftar nama organisasi/lembaga yang mendukung surat pernyataan ini.
- Indonesian Ornithologists' Union (IdOU)
- Greenpeace Indonesia
- Avifauna Photography of Indonesia (AVI)
- Zamrud Riau Wildlife, Pekanbaru
- Hutan Kita Institute (HaKI), Palembang
- Biological Science Club (BScC), Jakarta
- Yayasan KANOPI Indonesia, Jogjakarta
- Yayasan Titian Lestari, Pontianak
- Perkumpulan BIOTA, Gorontalo
- Perkumpulan Jurnalis Advokasi Lingkungan (JURNAL) Celebes, Makassar
- Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali
- Forum Peduli Burung Nusa Tenggara
- Program Studi Kehutanan Universitas Halmahera (UNIERA), Tobelo
- Yayasan Baileo Maluku, Ambon
- Perkumpulan Mankwar, Manokwari
- Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (JIKALAHARI)
- Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia (PKBSI)
- ISAW, Jakarta
- 5am Wildlife Photography, Probolinggo
- P-WEC, Malang
- UWCF, Bandung
- Cheela Adventure, Malang
- Alobi, Bangka
- Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAKA)
- Cinta Alam Indonesia, Bandung
- KAPPA FIKOM UNPAD
- Flora Fauna Bangka (F2B)
- Pecinta Rimba dan Satwa Liar Indonesia (Perisai)
- Bhinor Green Community
- Aliansi untuk Satwa Indonesia (AuSI) Surabaya
- Perkumpulan Payo Payo, Maros
- SIKaP Institute, Palu
- Perkumpulan IMUNITAS, Palu
- Perkumpulan Salanggar, Banggai Kepulauan
- Konservasi Kakatua Indonesia
- Yayasan Gunung Mangkol Lestari (YGML)
- Sahabat Alam Sahabat Tuhan (ShasTu), Surabaya
- Fakultas Kehutanan Universitas Andi Djemma, Palopo
- Yayasan Bumi Sawerigading (YBS), Palopo
- Forum Peduli Menumbing
- Jaring Pengelolaan Sumber Daya Alam (JAPESDA) Gorontalo
- Yayasan Panorama Alam Lestari (YPAL), Poso
- Yayasan Planet Indonesia, Kalimantan Barat
- KPB Megalaima Nymphaea ITB, Bandung
- Kelompok Studi Konservasi Lingkungan UNIKU, Kuningan
- Perkumpulan Wallacea, Palopo
- Balang Institute, Bantaeng
- JALIN Institute, Makassar
- Wahana Tani Mandiri, Maumere
- AMAN Maluku Utara, Ternate
- Kawan Burung Ketapang (KBK)
- Jakarta Birdwatcher's Society
- Forum Masyarakat Uten Leuser Aceh
- Tropical Society Aceh
- Forum Komunitas Hijau, Gorontalo
- Lembaga Peduli Sejahtera dan Lestari (PELITA) Sumba
- Forum Masyarakat Konservasi Bantaeng
- Komunitas Untuk Bumi, Gorontalo
- Link-AR Borneo, Pontianak
- Jasa Travel Vike Andini Lampung
- Perkumpulan Repong Indonesia Lampung
- Flight: Protecting Indonesia's Birds
- Pusat Kajian Ekologi Pesisir berbasis Kearifan Lokal (PKEPKL), Universitas Negeri Gorontalo
- PT. Hutan Orangutan Perlindungan Ekosistem (HOPE)
- Centre for Orangutan Protection
- Animals Indonesia
- Perkumpulan BANIR, Jambi
- Rangers_Borneo
- Gorontalo Wildlife Photography (GWP), Gorontalo
- Yayasan Konservasi Way Seputih (YKWS) Lampung
- Yayasan Palung, Ketapang
- Perkumpulan Humanum Maluku
- Lembaga Partisipasi Pembangunan Masyarakat (LPPM), Ambon
- Forum Penyelamat Kompleks Danau Malili, Sorowako
- ARECALES Yayasan Konservasi Sulawesi, Manado
- Kelompok Pecinta Alam Purunan, Ensem, Kepulauan Talaud
- Kelompok Pecinta Alam Salaringang, Tuabatu, Kepulauan Talaud
- Kelompok Pecinta Alam Rintulu, Bengel, Kepulauan Talaud
- Kelompok Pecinta Alam Tahonggo, Ambela, Kepulauan Talaud
- Kelompok Pecinta Alam Mandiaga, Rae Selatan, Kepulauan Talaud
- Kelompok Tani Hutan Pager Gunung, Melung, Banyumas
- MAPALA Areca Vestiaria, Universitas Sam Ratulangi, Manado
- Komodo Survival Program, Denpasar
- Yayasan SEMANK, Ternate
- Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Gempita, Ketenger, Banyumas
- Yayasan Tananua Flores, Ende
- MAPALA Canopy, Universitas Hasanuddin, Makassar
- Ahli Perubahan Iklim (APIK) Indonesia Region Maluku
- Rumah Akademisi Kehutanan Indonesia (RAKI) Region Maluku
- Masyarakat Agroforestri Indonesia (MAFI) Cabang Maluku
- Yayasan Sauwa Sejahtera (YASTRA), Ambon
- Alumni Biologi Universitas Indonesia Angkatan 1987
- Serikat Birdwatcher Ngalam (SERIWANG), Malang
- Malang Eyes Lapwing, Universitas Negeri Malang
- Zoothera Universitas Brawijaya, Malang
- Misa Bhawana Citta, Pecinta Alam SMAN 1 Malang
- Yayasan Ayu Tani Mandiri, Flores Timur
- Perkumpulan Reforma Agraria Nusantara, Jambi-Bogor
- Yayasan Bambu Indonesia, Pringsewu
- Yayasan Saraswati Dhamar Nala
- Yayasan Karsa Mulia Nusantara (Karya Nusa)
- Yayasan Sinergi Alam dan Pembangunan (Sialang)
- Yayasan Pengkajian dan Pengembangan Sosial (YPPS), Larantuka
- Yayasan IDEP Bali
- Yayasan Barakat, Lembata
- KPA Kabut Vatutampai, Sigi
- LPLH Elitecita, Sigi
- KPA Tarantula, Palu
- LPLH Secapurlingua Jagad, Palu
- KPA Akwila, Palu
- KPA Puebongo, Sigi
- Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Centre, Medan
- Yayasan Rumah Ganeca, Manado
- Perhimpunan Biologi Indonesia
- Planet Satwa, Jakarta
- Indonesia Species Conservation Program, Medan
- Yayasan Konservasi Alam dan Satwa Indonesia (KASI), Bogor
- Forum Komunikasi Mahasiswa Sekolah Pascasarjana UNPAD, Bandung
- KPB Nycticorax Universitas Negeri Jakarta
- Paguyuban Pengamat Burung Jogja (PPBJ), Jogjakarta
- BISA Indonesia, Jogjakarta
- Ekosistem Indonesia, Jogjakarta
- The Biodiversity Society, Purwokerto
- Perkumpulan Manengkel Solidaritas, Manado
- Perkumpulan Sampiri Kepulauan Sangihe, Tahuna
- Perkumpulan Relawan untuk Orang dan Alam (ROA), Palu
- SPTN 1 Sarongan, Banyuwangi
- Fakultas Perikanan Universitas Andi Djemma, Palopo
- Yayasan Bhakti Alam Sendangbiru, Malang
- Sahabat Alam Indonesia
- KPB Bionic Universitas Negeri Yogyakarta
- Yayasan Bina Wana Lestari, Pohuwato
- Kelompok Studi Burung Biobio, Universitas Ahmad Dahlan
- Forestation, Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada
- Kelompok Pengamat, Peneliti, Pemerhati Burung (KP3 Burung), Universitas Gajah Mada
- BIOLASKA, Jogjakarta
- Biological Bird Club Universitas Nasional
- Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Mangkubumi, Tulungagung
- Bandung Birding
- Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I)
- HIMBIO Universitas Padjadjaran
- WALHI Jawa Barat
- RAPTOR Indonesia
- BICONS, Jawa Barat
- Perkumpulan Tambora Muda Indonesia
- Suaka Elang, Bogor
- Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia (Burung Indonesia)
- Conservation and Legal Assistant Network (CLaN)
- Kelompok Kerja (POKJA) Konservasi
- PROFAUNA Indonesia
LAMPIRAN: