- English
- Bahasa Indonesia
Petani Sayur di Hutan Lindung Petak 76 Siap Beralih Menanam Pohon Buah
Tidak dipungkri bahwa banyak kawasan hutan lindung di lereng Gunung Arjuna itu sudah jarang tampak pohonnya, namun berganti menjadi tanaman sayur seperti wortel atau kubis. Seperti halnya yang terjadi di hutan lindung Petak 76 yang masuk pengelolaan Perhutani RPH Junggo. Di petak ini, praktis tanaman sayur mendominasi, padahal sebagian besar itu lahannya sangat curam.
Petani yang berasal dari Desa Giripurno, Kota Batu dan Desa Tawangargo, Kabupaten Malang itu sejak lama menanam sayur di kawasan hutan lindung Petak 76. Bahkan ada yang menanam sayur di area yang masuk program Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) yang dicanangkan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2019 dengan luasan 8,26 ha.
Ironinya, justru di kawasan RHL ini pada akhir tahun 2021 sempat mencuat isu akan ditanami porang atas perintah LMDH Giripurno. Tapi kabar itu ditepis oleh Ketua LMDH Gidripurno, Saji yang ditemui tim PROFAUNA beberapa waktu yang lalu. Saji membantah jika memerintahkan penanaman porang di kawasan hutan lindung tersebut.
Melihat kondisi hutan lindung Petak 76 yang sudah digarap menjadi pertanian sayur itu, tim PROFAUNA Indonesia berusaha melakukan edukasi ke petani. Bukan hanya edukasi, tapi PROFAUNA juga membantu bibit pohon agar ditanam di kawasan lindung itu.
Gerakan reboisasipun digalakkan. Pada tanggal 11 Desember 2021, Kelompok Tani Hutan (KTH) Arjuna Baghawanta dan PROFAUNA yang didampingi Perhutani RPH Junggo melakukan penananam pohon d Petak 76. Puluhan anggota KTH ini tergerak untuk memulihkan hutan lindung yang sudah rusak fungsinya.
Kemudian tanggal 10 Februari 2022 atas inisiatif dari PROFAUNA Indonesia, para petani penggarap hutan lindung Petak 76 itu berkumpul di pondok salah satu petani untuk melakukan rembukan terkait penggarapan di Petak 76. Hadir dalam acara ini, Kepala Perhutani RPH Karangan, Bambang Setyo yang juga turut memberikan penyuluhan ke petani.
Dalam diskusi yang hangat itu, akhirnya para petani sepakat untuk secara bertahap mengganti tanaman sayur dengan pohon buah seperti alpukat, durian, kelengkeng dan cengkeh. Petani juga berjanji untuk tidak lagi memperluas atau merambah hutan lindung yang tersisa.
Tentunya kesepakaan ini merupakan jalan tengah yang harus selalu dimonitor dan dievaluasi. Idealnya memang tidak boleh ada penggarapan untuk pertanian di kawasan hutan lindung. Tetapi nasi sudah jadi bubur, hutan lindung sudah menjadi sayur. Kompromi menjadi jalan tengahnya, tetapi penegakan hukum bagi orang yang tetap bandel merusak fungsi hutan lindung juga harus dilakukan di kemudian hari.