Pandangan Islam tentang Perburuan Satwa Liar

Berikut ini adalah cuplikan buku Islam Peduli Satwa yang diterbitkan oleh Pondok Pesantren Al-Hikam Malang dan Profauna Indonesia. Buku ini merupakan hasil workshop lebih dari 30 pesantren yang diadakan pada tanggal 22-13 Mei 2010 di P-WEC Malang.

Makna berburu dalam konteks fiqih adalah menangkap binatang liar yang tidak ada pemiliknya. Sedangkan hukumnya berburu adalah mubah (boleh) dengan kesepakatan ulama kecuali di tanah haram Makah dan Madinah, dan bagi orang ihram haji dan umrah.

Daging hewan buruan boleh dimakan apabila memang halal untuk dimakan, bahkan mempunyai urutan paling tinggi dalam kadar halalnya karena kehalalannya tidak diragukan lagi, sebagaimana pekerjaan bertani adalah pekerjaan yang paling baik. Allah berfirman:

"Ketika kamu sudah tahalllul (menyelesaikan ihram) maka bolehlah kamu berburu."

Ayat ini adalah bentuk perintah setelah larangan maka interpretasinya adalah boleh.

Perburuan satwa ada yang berburu untuk mengambil dagingnya/dikonsumsi dan ada perburuan yang hanya untuk olahraga atau kesenangan belaka. Nabi Muhammad s.a.w dalam sabdanya berikut ini menempatkan pembunuhan satwa yang tidak disertai alasan kuat sebagai perbuatan dosa besar:

"Hindari 7 hal yang sangat diharamkan [sangat berdosa]: menyekutukan Allah; klenik; membunuh makhluk yang bernafas! dilarang oleh Allah kecuali dengan alasan yang masuk akal."

"Hal-hal yang sangat berdosa adalah: menyekutukan Allah, durhaka pada kedua orang tua; membunuh makhluk yang bernafas."

Banyak lagi hadist yang melarang olah raga perburuan berdarah dan penggunaan satwa sebagai target tembak, seperti yang disebutkan di bawah ini:

"Rasulullah s.a.w. bersabda: 'Jangan menjadikan sesuatu yang memiliki nyawa sebagai target"

 "Ibnu Umar pernah melewati beberapa orang yang berpesta dengan mengikat seekor ayam betina dan menembakkan panah ke binatang tersebut. Saat mereka mengetahui Ibnu Umar menghampiri, mereka kalang kabut. Ibnu Umar berkata: 'Siapa yang melakukan hal ini? Sungguh! Para nabi Allah mengutuk mereka yang melakukan hal seperti ini"

 "Rasulullah s.a.w. melewati beberapa anak yang sedang memanah domba. Beliau menasehati mereka. 'Jangan melukai satwa malang itu."

Dalam beberapa riwayat hadist lain juga ditekankan tentang larangan Rasulullah saw. menjadikan makhluk hidup (satwa) sebagai target latihan berburu.

"Rasulullah s.a.w. mengecam orang-orang yang memanfaatkan apa pun yang hidup untuk hobi perburuan belaka"

"Rasulullah s.a.w. melarang perburuan berdarah, seperti yang dilakukan suku Badui"

"Rasulullah s.a.w. bersabda: 'Jangan menjadikan makhluk hidup sebagai target berburu"

"Rasulullah s.a.w. mengecam orang-orang yang menjadikan makhluk hidup sebagai target berburu"

"Rasulullah s.a.w. melarang binatang dijadikan target berburu"

Diperbolehkannya berburu dan makan binatang buruan tercantum dalam surat Al Maidah ayat 4, Allah berfirman:

"Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?". Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya." (QS Al Maidah: 4)

Hukum ini adalah hukum yang masih bersifat asli dan umum. Hukum ini akan bisa berubah sewaktu-waktu sesuai dengan situasi dan kondisi. Ketika mempertimbangkan akibat dari berburu hewan langka adalah dapat mengakibatkan kepunahan salah satu spesies dan hal ini juga akan membuat hilangnya keseimbangan alam, maka berburu hewan langka adalah tidak dibenarkan oleh syara'.

Disisi lain pemerintah juga sudah menetapkan undang-undang tentang dilarangnya perburuan satwa langka yang dilindungi. Hal ini menjadi penguat tentang hukum keharaman berburu satwa langka yang telah dilindungi undang-undang.

Al-Fiqhu al-Islamy wa Adillatuhu Li Wahbah al-Zuhaili, (al-Maktabah al-Syamilah al-Ishdaru al-Tsany). Vol. 4. Hal. 280

Secara garis besar, hukum berburu ada lima macam. 1) Mubah: ketika untuk penghidupan; 2) Sunnah: untuk kebutuhan lebih, pada keluarganya; 3) Wajib: jika menuntut untuk berburu, demi kehidupannya; 4) Makruh: jika untuk main-main; 5) Haram: jika dan asal-asalan tanpa ada niat apa-apa, Karena hal tersebut menyebabkan "penyiksaan terhadap hewan tanpa adanya faidah"

Al-Jami'u Li Ahkami al-Quran, (al-Maktabah al-Syamilah al-Ishdaru al-Tsany). Vol. 7, hal. 98

Ayat "Janganlah kalian berbuat kerusakan di muka bumi sesudah keteraturanya", ini menunjukkan larangan Allah terhadap segala bentuk kerusakan baik kecil ataupun besar. Hal demikian sesuai dengan makna umum dan berdasarkan pendapat-pendapat yang benar. Imam Dhohak mengatakan bahwa arti ayat ini adalah janganlah kalian merusak mata air yang mengalir, serta jangan menebangi pepohonan yang sedang berbuah dengan tanpa tanggung jawab.  

Dari kedua ta'bir diatas, maka nampak jelas, bahwa perburuan yang akan berakibatkan terhadap kepunahan species, yang memberikan konsekuensi ketidakteraturan alam, adalah bagian dari bentuk "Ifsad" perusakan, yang hal tersebut secara jelas dilarang oleh syara'.

© 2003 - 2024 ProFauna Indonesia

ProFauna Indonesia (Temukan kami di Google+) adalah lembaga independen non profit berjaringan internasional
yang bergerak dibidang perlindungan dan pelestarian satwa liar dan habitatnya.