- English
- Bahasa Indonesia
Melepas Satwa Liar ke Alam itu Tidak Boleh Sembarangan, Ini Dia Prosedurnya
Ada banyak orang yang bertanya ke PROFAUNA tentang prosedur pelepasan satwa liar di alam, Apakah satwa liar bisa langsung dilepas ke alam? Kemana melepasnya? Bagaimana caranya?
"Melepas satwa liar ke alam itu tidak boleh sembarangan, karena niat yang baik itu jika tidak didasari kajian ilmiah justru akan berdampak buruk bagi satwa liar, baik satwa liar yang dilepas ataupun satwa liar asli yang ada di lokasi pelepasan," kata Siti Nur Hasanah, juru kampanye PROFAUNA Indonesia.
Agar tidakmenimbulkan masalah, dan malah merugikan upaya konservasi satwa liar di habitatnya, silahkan simak prosuder pelepasan satwa liar yang dikeluarkan oleh BBKSDA Jatim, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di bawah ini.
Pelepasliaran satwa merupakan suatu usaha untuk mengintroduksi satwa-satwa hasil tangkapan atau penyerahan masyarakat maupun hasil penangkaran yang telah memenuhi persyaratan. Ada beberapa tahapan yang harus dilakukan dalam proses pelepasliaran satwa diantaranya sebagai berikut:
Pertama, harus diusulkan terlebih dahulu kandidat yang telah memenuhi syarat untuk dilepasliarkan(release), pengusulan ini didasarkan pada hasil observasi harian dari kurator, medis dan animal keeper.
Tahapan kedua adalah merencanakan kegiatan pelepasliaran satwa, adapun hal-hal yang harus dipersiapkan antara lain:
(1) Jadwal kegiatan secara detail mulai dari awal hingga akhir (dari survey hingga monitoring pasca pelepasliaran);
(2) Penentuan individu kandidat yang akan di release;
(3) Pembentukan tim;
(4) Penentuan lokasi pelepasliaran dll.
Setelah jadwal selesai disusun selanjutnya dikirim ke BKSDA setempat bersamaan dengan surat pengajuan kegiatan pelepasliaran dan dilengkapi dengan skema tahapan kegiatan. Termasuk didalamnya perijinan untuk melakukan ground survey di kawasan yang telah direncanakan.
Tahapan ketiga adalah Ground survey, yang harus dilakukan dalam tahapan ini adalah survey habitat (meliputi ketersediaan pakan, populasi sejenis liar, competitor, keamanan dari gangguan manusia, dll.), penentuan posisi titik pelepasliaran, penentuan pohon untuk membuat kandang pelepasliaran, Aksesibilitas dan Akomodasi,dll.
Tahapan keempat adalah pemeriksaan akhir kondisi Kesehatan satwa yang menjadi kandidat release bersama dengan kegiatan penandaan satwa. Jika memang ada kegiatantagging (penandaan satwa) sebelumnya harus menyampaikan surat pengajuan kegiatantagging ke BKSDA untuk kemudian dibuatkan berita acara penandaan satwa sekaligus dengan pemeriksaan kesehatan.
Langkah berikutnya adalah pengiriman sampel satwa yang akan dilepasliarkan ke laboratorium, bila hasil tes (medis) menyebutkan bahwa calon satwa release sehat langkah selanjutnya adalah pengajuan Rekomendasi Kesehatan satwa calon release yang ditujukan ke Kepala Dinas Peternakan setempat dengan dilampirkan rekomendasi medisdari pihak yang akan melepasliarkan satwa tersebut sebagai landasan.
Bila rekomendasi kesehatan dari Dinas Peternakan setempat sudah keluar selanjutnya adalah pengajuan rekomendasi kesehatan kepada LIPI yang ditujukan ke Kabid Zoologi Puslit Biologi LIPI dengan dilampirkan rekomendasi kesehatan yang ada. Staf LIPI akan melakukan penilaian terhadap kebenaran jenis satwa yang akan dilepasliarkan.
Setelah rekomendasi dari LIPI keluar kemudian dilakukan pemantapan observasi perilaku harian untuk menyempurnakan data akhir dari pemantauan harian. Misalnya pada Lutung Jawa yaitu dengan pemberian pakan alami, variasi percabangan dan materi structural lainnya secara intensif dilakukan pada tahapan ini.
Tahapan kelima adalah tahap pengajuan rekomendasi dari KKH-PHKA atau BKSDA setempat, pada tahap ini dilampirkan pula rekomendasi dari Dinas Peternakan dan LIPI.
Setelah rekomendasi dari PHKA-BKSDA keluar jika satwa akan dilepasliarkan di luar kota/ kabupaten maka dilakukan dulu pengajuan SATS-DN. Bila SATS-DN sudah keluar maka akan ditunjuk petugas pendamping untuk mengawal satwa sampai satwa tersebut benar-benar telah dilepasliarkan. Selanjutnya adalah penyiapan akomodasi, publikasi dan transportasi.
Hal-hal yang perlu disiapkan antara lain:
(1) penyiapan kandang angkut sekaligus tenaga pengangkutnya (dapat menggunakan jasa porter/ sukarelawan/ staf),
(2) penyiapan sarana transportasi (kendaraan roda 4 atau roda 2 yang diperlukan atau dapat juga menggunakan helikopter),
(3) penyiapan perlengkapan base camp dan perbekalan (bahan makanan) selama kegiatan berlangsung,
(4) penyiapan peralatan teknis yang menunjang observasi (peralatan navigasi, binocular, parang, dll.) dan dokumentasi,
(5) penyiapan akses menuju titik pelepasan (kandang pelepasan), memastikan jalan setapak menuju kandang pelepasan serta beberapa jalur yang akan digunakan untuk observasi dapat dilewati,
(6) pembuatan base camp untuk posko kegiatan,
(7) pembuatan kandang pelepasan pada titik pelepasan yang telah ditentukan sebelumnya, (8) penyiapan publikasi (jika memang diperlukan), yakni dengan menghubungi pers dan membuat press release,
(9) penyiapan hal-hal teknis lainnya yang diperlukan.
Setelah semua persiapan telah dilakukan maka satwa calon release diberangkatkan ke lokasi pelepasan. Setelah tiba di lokasi pelepasliaran satwa dimasukkan ke dalam kandang pelepasan sebelum akhirnya dilepasliarkan, hal ini dimaksudkan untuk adaptasi awal satwa calon release dengan kondisi lingkungan barunya. Kemudian satwa dilepasliarkan.
Kegiatan berikutnya setelah satwa dilepasliarkan adalah monitoring pasca pelepasliaran. Kegiatan ini dilakukan secara periodik, namun awalnya minimal 3-4 bulan untuk memastikan home range nya, selanjutnya dilakukan setiap bulan selama minimal 1 tahun atau lebih, atau dapat menentukan pola periodik yang lain. Data hasil monitoring pasca pelepasliaran kemudian dievaluasi dan dilaporkan untuk menentukan rencana tindak lanjut yang akan dilakukan berikutnya.
Sumber: BBKSDA Jatim